Waspada Kelainan Tuli Kongenital Pada Anak
Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang terjadi saat lahir, baik tuli sebagian ataupun total, dan bisa diakibatkan faktor-faktor saat kehamilan ataupun kelahiran. Menurut WHO, terdapat 38.000 anak yang lahir tuli setiap tahunnya di Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri, terdapat 0,1% tuli kongenital untuk setiap angka kelahiran hidup. Gangguan pendengaran merupakan gangguan sensorik yang paling sering ditemukan, penyebabnya bisa karena adanya gangguan di persarafan, adanya gangguan konduktif (penghantaran suara), atau campuran keduanya. Tuli kongenital ini berbahaya bagi anak karena dapat mengganggu perkembangan bicara, kognitif, maupun sosial anak.
Apa saja yang menyebabkan tuli kongenital?
Secara garis besar, penyebab tuli kongenital bisa dibagi atas dua hal, yaitu penyebab genetik dan non genetik.
1. Genetik
Faktor genetik menyebabkan 50% gangguan pendengaran kongenital, umumnya gangguan yang disebabkan oleh faktor genetik dapat berupa sindrom atau non-sindrom.
Non-sindrom (35%). Pada non-syndromic hearing loss (NSHL) kelainan yang ditemukan murni pendengaran saja, tidak ada kelainan lain.
Sindrom (15%). Sedangkan pada syndromic hearing loss (SHL), kelainan pendengaran biasanya disertai gangguan lain, contoh:
Sindrom Wardenburg, tuli disertai dengan gangguan pigmen warna kulit
Sindrom Branchio-oto-renal, disertai dengan kerusakan bentuk telinga, dan gangguan ginjal
Sindrom Pendred, disertai dengan kerusakan struktur tulang, dan gangguan kelenjar tiroid
2. Non genetik
Infeksi TORCH (Toksoplasma, Rubella, CMV, Herpes) saat kehamilan
Infeksi yang didapat setelah bayi lahir
Efek obat-obatan ototoksik seperti thalidomide atau gentamisin
Bayi yang lahir prematur
Bagaimana penggolongan tuli kongenital?
Klasifikasi dari gangguan pendengaran kongenital dapat digolongkan berdasarkan tipe, keparahan, onset, dan frekuensinya.
- Tipe – Berdasarkan tipe, ketulian bisa disebabkan tiga hal: gangguan hantaran suara, gangguan saraf pendengaran, dan campuran keduanya.
- Onset – Dibedakan atas apakah terjadi sebelum bisa berbicara atau setelah bisa berbicara. Tuli kongenital termasuk ketulian yang terjadi sebelum pasien bisa berbicara.
- Keparahan – Pendengaran dihitung dalam unit desibel (db), percakapan terjadi di rentang 50-60 db. Keparahan gangguan pendengaran dinilai sebagai berikut:
26-40 dB HL : tuli ringan
41-55 dB HL : tuli sedang
56-70 dB HL : tuli sedang berat
71-90 dB HL : tuli berat
> 90 dB HL : tuli sangat berat
- Frekuensi – Berdasarkan frekuensi suara, gangguan pendengaran dibagi atas:
Frekuensi sedang 501-2000 Hz
Frekuensi tinggi >2000 Hz
Apa ciri-ciri anak yang menderita tuli kongenital?
Gejala utama bayi dengan tuli kongenital adalah keterlambatan bicara dan berbahasa. Oeh karena itu, kelainan ini kadang terlambat didiagnosis. Gejala lainnya yang bisa ditemukan adalah:
- Bayi tidak merespon terhadap suara pada usia 3-4 bulan
- Bayi tidak menengok ke arah sumber suara
- Bayi tidak terbangun dari tidur oleh suara keras
- Bayi tidak tersenyum saat diajak bicara
- Bayi tidak menoleh apabila dipanggil namanya
- Bayi tidak bisa bicara “ma-ma” “pa-pa” saat usia 9-15 bulan
- Bayi tidak bisa mengulang kata-kata saat usia 15 bulan
- Bayi tidak mengerti perintah yang simpel saat usia 15-24 bulan
Saudara, keluarga, kerabat atau teman Anda mengalami penyakit serupa ? Yuukk silahkan ikhtiar dengan firmax3, insha allah bisa membantu menyembuhkan keluhan Anda ??
Atasi segera keluhan Anda dg Firmax3 ??
Konsultasi & Informasi Pemesanan
SMS/WA 0878-3876-1604